MODEL HUTAN YANG DIBANGUN DI KAWASAN HUTAN BUNDER DAN DI PANGGANG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA.
Pengarahan dan Penjelasan oleh
Bpk. Prof. Djoko Marsono (Kiri)
MODEL KAWASAN HUTAN SEKUNDER BUNDER
Hutan sekunder Bunder merupakan tegakan hutan tanaman yang telah dibiarkan sehingga proses suksesi terjadi menuju ”hutan sekunder”. Hutan sekunder tersebut mempunyai dua strata, serta adanya penutupan tumbuhan bawah. Pada strata satu diisi oleh jenis Jati dan strata dua oleh kesambi.
Kondisi hutan pada lokasi ini secara ekologis menguntungkan karena hutan dengan dua strata dan adanya penutupan tumbuhan bawah dari segi konservasi tanah sangat menguntungkan, tanah terlindung dari proses erosi. Dalam paradigma lama tumbuhan bawah kadangkala dianggap sebagai gulma ketika hutan mulai ditanam, tetapi sebenarnya dengan pemeliharaan yang baik maka tumbuhan bawah tidak menjadi gulma dan setelah semai telah cukup umur maka tumbuhan bawah tidak lagi menjadi gulma bagi tanaman pokok.
Hutan Sekunder Bunder
Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Disini siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran daun yang jatuh sebagai seresah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri.
Tumbuhan bawah tidak akan bersaing dengan tumbuhan pokok karena tumbuhan pokok mempunyai sistem perakaran yang lebih dalam, dan jenis yang berbeda mempunyai kebutuhan unsur hara yang berbeda. Tanaman bawah bukan sebagai ”pencekik” yang merugikan jati sebagai tanaman pokok.
Jati sebagai tanaman jenis intoleran akan tumbuh lebih baik, tidak bersaing dengan tanaman bawah untuk mendapatkan cahaya matahari karena posisi jati pada strata satu, mendapatkan sinar matahari secara leluasa untuk proses fotosintesis.
TEGAKAN SEUMUR MAHONI
Tegakan Mahoni merupakan tegakan seumur yang ditanam secara monokultur. Kondisinya berbeda dengan ”hutan sekunder” bunder di mana terdapat penutupan tajuk yang rapat, tetapi hanya terdiri dari satu strata dan penutupan tumbuhan bawah yang sangat kurang.
Tanaman yang sejenis menyebabkan unsur hara tertentu terkuras dari tanah karena terjadi persaingan terhadap penyerapan unsur hara yang sama.
Tegakan Mahoni Pada Hutan Bunder
Terbatasnya penutupan tumbuhan bawah membuat tingkat erosi lebih besar menghayutkan unsur-unsur hara yang ada dipermukaan. Erosi yang cukup besar ditandai dengan terlihatnya perakaran pohon yang muncul di permukaan tanah. Topsoil yang kaya akan unsur hara sudah hilang terbawa air, tinggal hanya subsoil dengan solum yang dangkal.
Perakaran Tegakan Mahoni yang muncul dipermukaan
Penyebab Tegakan Mahoni hanya memiliki satu strata yaitu karena adanya allelopathy. Mahoni merupakan jenis yang memiliki allelopati sehingga adanya persaingan dengan tumbuhan lain. Mahoni mengeluarkan allelopathy untuk menghambat pertumbuhan dari tumbuhan lain yang dianggap mengganggu pertumbuhannya, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya tumbuhan bawah penutup tanah pada tegakan ini.
Pembangunan hutan yang baik jangan sampai hanya membentuk satu strata pada tegakan hutan tetapi diupayakan agar strata yang terbentuk lebih dari satu. Untuk mengatasi kondisi ini maka dalam membangun hutan tanaman jangan hanya sejenis. Sedangkan untuk mengatasi efek allelopathi dari satu jenis tanaman kepada tanaman yang lain maka diusahakan agar jarak tanam antara satu jenis dengan jenis yang lain agak berjauhan.
Hutan tanaman monokultur sangat rentang terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini dapat terlihat dari jenis jamur Ganoderma yang tumbuh di bagian pangkal tanaman mahoni. Jamur Ganoderma adalah jenis yang sekarang ini menyerang hutan-hutan tanaman, menyebabkan kerusakan yang menurunkan nilai ekonomis pada hutan tanaman seperti Hutan tanaman Acasia.
Jamur Ganoderma pada pangkal Tanaman Mahoni.
TEGAKAN DENGAN TUMPANG SARI
Pada lokasi ini hutan yang dibangun dibuat modifikasi dengan memasukkan konsep Agroforestry di dalam tegakan. Konsep Agroforestry yang dimasukan dalam pembangunan hutan ini yaitu konsep Agrosilvopastoral yaitu memadukan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian dan tanaman untuk pakan ternak.
Pembuatan teras pada lokasi ini belum secara maksimal dilakukan sehingga sedikit terlihat tanda-tanda erosi, karena teras dibuat seadanya saja.
Sedang mencatat Keuntungan Sistem Agroforestry
Sebenarnya sistem ini cukup baik tetapi harus diiringi dengan pengelolaan tanah yang baik, yang mengindahkan kaidah konservasi tanah karena tanpa adanya pengelolaan tanah yang baik maka erosi akan tetap terjadi. Selain itu pemilihan tanaman pertanian dan tanaman pakan ternak harus dilakukan secara tepat. Jenis tanaman yang dipilih adalah jenis yang harus dapat menjaga serta meningkatkan kesuburan tanah serta melindungi tanah dari erosi. Pada lokasi ini pemilihan rumput sebagai tanaman pakan ternak kurang tepat karena jika rumput dipanen maka akan hilang strata bawah yang berdampak pada terbukanya tanah, sehingga tanah tidak terlindungi dari bahaya erosi.
REHABILITASI KAWASAN BERBATU
Lokasi kawasan berbatu adanya kearifan masyarakat dalam menyiapkan lahan untuk ditanami jati. Tanah di daerah ini memiliki solum tanah yang tipis dan batuan induk sering dijumpai di permukaan tanah, selain itu juga kondisi lahan yang berlereng. Di sini penanaman dilakukan dengan sistem tumpangsari dengan tanaman pokok Jati. Untuk mengatasi masalah yang dijumpai oleh masyarakat setempat atas kondisi lahan, maka masyarakat membuat teras dari batuan dan didalamnya diisi dengan tanah, sehingga teras itu menjadi seperti pot dimana tanah di dalamnya merupakan media tumbuh bagi tanaman.
Pembuatan Teras,
Gunung Batu sudah mulai berubah menjadi Hutan Jati
Tanah yang terkumpul di dalam teras merupakan media tumbuh bagi semai Jati dan juga bagi tanaman yang ditumpangsarikan. Tanaman Jati setelah lepas dari tingkat semai maka perakarannya dapat menembus batuan induk. Fungsi teras juga untuk konservasi tanah menahan terjadinya erosi.
Perbandingan pertumbuhan jati antara yang ditanam diatas lereng dan dibawah lereng sangat nyata perbedaannya. Untuk di bagian atas pertumbuhan tidak secepat di bagian bawah. Hal ini disebabkan solum dibagian bawah lebih banyak dari pada dibagian atas. Pertumbuhan jati makin keatas lereng semakin menurun lebih pendek dan kecil.
Foto bersama Bpk. Prof. Djoko Marsono
Ambil Gambar Dulu Sebelum Praktek
|