Sepuluh Anggapan Salah
Tentang Penyakit Jantung
Masih banyak anggapan salah di masyarakat tentang penyakit jantung. Tidak jarang menyesatkan atau menerima keadaan penyakitnya, sehingga berakibat merugikan. Apa saja anggapan salah itu?
1. Penyakit jantung hanya terjadi pada orang gemuk saja.
Tidak. Bukan hanya karena gemuk maka orang berpenyakit jantung. Dibanding orang kurus, orang gemuk memang lebih berisiko. Namun, bukan sedikit orang kurus yang mengidap penyakit jantung. Jika sejak kecil mengidap penyakit jantung bawaan, misalnya, dan belum dioperasi, bisa saja keluhan jantung muncul.
|
|
Jenis kelainan jantung bawaan kebocoran sekat bilik jantung (VSD), misalnya, biasanya semakin mengecil dengan bertambahnya usia. Selama kebocoran itu belum mengecil habis, masih tergolong mengidap penyakit jantung. Orang kurus juga bisa saja mengidap darah tinggi, kolesterol, dan trigliserida tinggi, yang jika dibiarkan berakibat buruk pada jantung dan akhirnya berkembang menjadi penyakit jantung. Begitu juga jika orang kurus mengidap kencing manis atau memang memiliki kelainan anomali pembuluh darah besar pada jantung, seperti anomali pembuluh aorta atau ada penyakit lain yang bisa mengganggu jantung.
2. Penyakit jantung tidak bisa pada anak atau orang muda.
Bisa. Penyakit jantung sudah bisa diderita sejak anak masih di kandungan mula. Beberapa penyakit infeksi, seperti toxoplasmosis, campak jerman, cytomegalovirus bisa merusak organ jantung semasih anak di kandungan. Begitu juga obat-obatan tertentu yang diminum selagi hamil. Cacat jantung bawaan juga acap terjadi akibat jamu peluntur atau bahan berkhasiat lain yang belum jelas kerjanya medis. Orang muda pun bisa kena penyakit jantung jika jantungnya terinfeksi. Infeksi bisa langsung menyerang jantung (endocarditis, myocarditis, pericarditis) atau di luar jantung yang bisa berkomplikasi ke jantung, seperti jika anak terserang infeksi difteria (di tenggorokan). Kelainan aliran listrik otot jantung juga sering mengenai orang muda, sehingga irama dan debar jantung jadi tidak normal. Dan fungsi jantung juga bisa terganggu bila kekurangan elektrolit tertentu (kalium, misalnya) fungsi jantung bisa kacau juga, seolah sakit jantung. Demikian pula pengaruh kuat nikotin, obat tidur, obat penenang.
3. Wanita terbebas dari penyakit jantung.
Tidak. Sebelum usia menopause, wanita memang lebih kecil risiko terkena dibanding pria. Namun, setelah menopause, risiko wanita terkena penyakit jantung koroner menjadi sama besar dengan pria. Hal ini sering dilupakan, sehingga luput mendapat perhatian. Namun, selama usia reproduktif pun wanita masih mungkin kena penyakit jantung jika kegemukan, lemak darah tinggi, mengidap darah tinggi, kencing manis, atau memiliki anomali pada pembuluh besar jantung, perokok berat, mengonsumsi obat pengurus badan golongan amfetamin atau phenfluramin,fentermine. Obat-obat golongan ini sudah ditarik dari peredaran. Amphetamine memang bukan obat kurus, sebab dipakai dengan memanfaatkan efek sampingnya yang bikin tak suka makan, sedangkan obat pengurus (golongan Phen-fen) bisa bikin katup jantung menggelambir, sehingga fungsi jantung terganggu dan berakhir dengan payah jantung.
4. Penyakit jantung hanya satu macam.
Tidak. Sudah disebut di atas, penyakit jantung bisa bawaan, sejak lahir sudah diidap. Bisa juga sebab infeksi, dan yang paling sering penyakit jantung koroner, kalau bukan payah jantung (gagal jantung). Infeksi pada jantung bisa oleh kuman dan virus. Paling sering infeksi pada katup jantung. Katup yang terinfeksi (SBE, Subacute Bacterial Endocarditis) menyisakan kerusakan pada katup, sehingga fungsi katup jantung menjadi tidak normal. Jika kerusakan katupnya berat dan berlangsung lama, bisa berakhir dengan gagal jantung juga. Bukan cuma itu. Kelainan katup jantung akibat infeksi, sewaktu-waktu butiran-butiran lemak dan sisa infeksi pada katup bisa luruh dan terlepas hanyut terbawa aliran darah. Hanyutnya butiran lemak dan sisa infeksi ini yang bisa tersangkut di pembuluh darah otak, sehingga dapat berakhir dengan stroke. Jantung koroner terjadi jika pembuluh darah koroner yang memberi makan bagi otot jantung tersumbat. Sumbatan bisa berasal dari dinding pembuluh darah koronernya sendiri yang semakin menebal oleh karat lemak (atherosclerosis), bisa juga oleh kiriman butiran lemak, bekuan darah, atau sampah darah yang berasal dari luar jantung. Emboli (terhanyutnya benda sampah dalam darah) sehabis melahirkan, sewaktu operasi sedot lemak, risiko bedah besar, patah tulang terbuka. Jantung menjadi payah atau gagal jantung terjadi bila darah tinggi dibiarkan tinggi selama puluhan tahun. Pada darah tinggi, jantung bekerja ekstra berat. Akibat jantung harus memompakan darah lebih kuat dari normal, lama-kelamaan otot jantung menjadi semakin tebal dan jantung membengkak. Pembengkakan berlangsung terus sampai satu titik, pada saat jantung sudah tidak bisa berkompensasi untuk melar lagi. Pada saat itulah terjadi serangan gagal jantung (decompensatio cordis).
5. Jantungnya sehat, tak mungkin bisa sakit jantung.
Bisa. Kendati jantungnya tak kurang suatu apa, namun bisa terkena penyakit jantung yang berasal dari luar jantung. Jika jiwa gundah terus, rasa cemas, rasa waswas, jantung bisa mendadak berdebar tak tentu. Rasa berat di dada, rasa ada yang mendesak di kerongkongan, jantung berdebar, disertai rasa gundah gelisah, kemungkinan yang sakit jiwanya, dan bukan jantungnya. Tanpa perlu diberi obat jantung dan cukup penenang jiwa, keluhan jantung umumnya akan mereda sendiri. Demikian pula penyakit jantung yang berasal dari kelewat aktifnya kelenjar gondok (hyperthyroidism). Semakin tinggi hormon gondok di dalam darah, semakin kuat debar jantung akibat tensi darah meninggi. Jika tensi darah meninggi pada penyakit gondok dibiarkan, lama-kelamaan jantung bisa payah juga. Jantung lalu membengkak juga. Komplikasi infeksi difteri pada anak-anak, pada minggu ketiga sakit, bisa menyerang jantung. Racun kuman difterianya mengganggu fungsi jantung. Namun, begitu racun dijinakkan, jantung bisa pulih kembali. Kasus anemia (kekurangan Hb) yang berat dan dibiarkan untuk waktu lama bisa membebani jantung juga. Oleh karena kadar Hb (pengangkut oksigen) rendah, darah kurang penuh membawa oksigen, dan itu tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Supaya oksigen yang diangkut darah mencukupi kebutuhan sel, jantung perlu bekerja lebih keras. Dan oleh karena jantung bekerja lebih keras, lama-lama jantung membengkak juga (seperti akibat darah tinggi).
6. Tidak ada hubungan dengan serangan stroke.
Ada. Bukan sedikit serangan stroke penyumbatnya berasal dari jantung. Jika katup jantung melepaskan butiran bekuan darah atau sisa bekas infeksi katup, sampah dalam darah itu akan hanyut dan memasuki pembuluh darah otak, lalu menyumbat di sana. Bisa juga sebab fungsi pemompaan jantungnya sendiri yang sudah melemah, baik tenaga maupun iramanya. Bila ini terjadi, maka aliran darah selain tidak deras, sering berpusing. Aliran berpusing dan tak deras ini yang berisiko menimbulkan serangan stroke, sebab selain aliran darah melemah, kemungkinan darah juga mengangkut hanyutan benda-benda penyumbat yang luruh akibat aliran berpusing tersebut.
7. Penyakit jantung itu turunan.
Tidak. Penyakit jantung bukan turunan. Kendati orangtua berpenyakit jantung, anak belum tentu kena penyakit jantung. Yang diturunkan kencing manis dan darah tingginya. Kencing manis dan darah tinggi, termasuk kegemukan, jika tidak dikendalikan bisa berakhir dengan jantung koroner kalau bukan payah jantung juga.
8. Penyakit jantung tidak dapat dicegah.
Dapat. Malah justru lebih mudah dan lebih murah mencegah penyakit jantung ketimbang harus menderita dan menanggung ongkos berobatnya. Kita tahu semua penyebab penyakit jantung ada yang mulai dari sejak di kandungan. Itu maka semua ibu hamil yang berisiko punya riwayat mengidap penyakit toxoplasmosis (senang pada kucing), atau cytomegalo virus (lewat berciuman dengan yang mengidap virus tersebut), atau campak jerman (dan herpes genital), sebaiknya memeriksakan darah dulu sebelum hamil (pemeriksaan darah TORCH). Jika ternyata ada salah satu dari TORCH yang positif dan penyakitnya masih aktif, jangan hamil dulu sampai penyakitnya sudah diterapi sehingga tidak aktif lagi. Infeksi jantung sering berasal dari infeksi kuman tenggorokan (streptococcus beta haemolyticus). Jika kuman ini menjalar ke jantung, terjadilah infeksi jantung (SBE). Maka setiap ada serangan infeksi tenggorokan, apalagi kalau dari pemeriksaan sediaan apus lendir tenggorok terbukti positif kuman tersebut, obati sampai tuntas (biasanya sampai beberapa minggu antibiotika tanpa boleh putus). Jika tidak tuntas, berisiko akan berkomplikasi ke jantung. Kecukupan elektrolit (waspada jika sering muntah menret, kurang makan buah dan sayur), dan trace elements buat jantung termasuk selenium, mangan, magnesium, jangan sampai kurang. Dan bila mengidap darah tinggi secepatnya dikendalikan. Begitu pula jika kencing manis, penggundah, dan jiwa gampang goyah, segera diatasi.
9.Terkena penyakit jantung sebab sering dikageti.
Bukan. Orang sering kaget atau dikageti tidak mungkin menjadi sakit jantung. Kecuali memang sudah mengidap lemah jantung, keterkejutan fisik, bahkan kerkejutan mental pun bias bikin penyakit jantung yang sebetulnya sudah terkendali, bisa kumat. Jantung yang sehat dan normal tidak bakal "copot" kendati rajin dikageti.
10. Penyakit jantung muncul sebab sering mengonsumsi menu jantung pisang.
Tidak benar. Tidak ada korelasi antara doyan makan sayur jantung pisang dengan penyakit jantung. Zaman kakek nenek dulu, gudeg atau keluban jantung pisang menu yang tergolong eco sekali. Dan buktinya orang dulu tak ada yang kena jantungan gara-gara menu hariannya sering memilih sayur jantung pisang.
Sumber : www.plnntt.co.id
|
|
|
|
Americans have excessively high blood cholesterol levels. The National Cholesterol Education Program (NCEP ATP III, 2001) states that a sound diet, weight loss and physical activity are the cornerstones of therapy for many individuals with cholesterol disorders. (Cholesterol-lowering drug therapy is reserved for those who have the very highest lipid levels or for those who have diabetes or coronary disease.) Atherosclerosis is a costly and fatal disease. Although there is no known cure, new evidence suggests that intensive lowering of serum total cholesterol, or more specifically, LDL cholesterol may retard the progression of coronary artery disease. The box, right, contains the NCEP cholesterol guidelines authored in 2001 by a panel of physicians and lipid experts. Reducing cholesterol through exercise, particularly LDL cholesterol, can be quite labor intensive. When individuals accumulate a sufficient weekly volume of exercise they can lower both total cholesterol and LDL-cholesterol and increase HDL-cholesterol (the “good” cholesterol). Exercise itself does not “burn off” cholesterol like it can with fat tissue. However, when exercise is of sufficient volume, for example, an adequate weekly frequency and duration, it can significantly reduce triglycerides and stimulate several metabolic enzyme systems in the muscles and liver to convert some of the cholesterol to a more favorable form, such as HDL-cholesterol. Reducing triglycerides decreases triglyceride-rich particles that are known to promote the growth of fatty deposits on artery walls. For many people with cholesterol disorders the first choice of therapy is dietary modification. In general, reducing high-glycemic carbohydrates reduces triglycerides, and reducing saturated and trans-fat foods decreases LDL-cholesterol. If LDL cholesterol (the “bad” cholesterol) is high enough, dietary therapy is often supplemented with cholesterol-lowering drug therapy. Exercise is of tremendous benefit when used in combination with either of these two forms of therapy. For those who maintain a frequent and sufficient level of exercise, it is possible that their physician will reduce their cholesterol-lowering medication and in some cases stop it altogether. Here are guidelines that outline a systematic approach for favorably altering cholesterol levels with regular exercise: • If you have a less-than-desirable cholesterol level, or your doctor has indicated you have a cholesterol disorder, have your physician establish your cardiovascular health status before engaging in a vigorous exercise program. Your physician may elect to perform additional blood tests (e.g., C-reactive protein) and/or a graded exercise test with an ECG (treadmill stress test) on you first. • Choose dynamic forms of exercise that tend to last at least 20 to 30 minutes and are performed at moderate intensities. Moderate exercise intensities would be an approximate effort of four to seven, on a scale of one to ten with ten being near maximal exercise. • In general, for exercise to significantly lower cholesterol levels, a relatively high volume of exercise is recommended (e.g. 1,500 kcal or more per week). In 12 to 16 weeks this volume of exercise can reduce total cholesterol by 10 to 20 percent. Fifteen hundred calories expended during exercise is equivalent to three to four hours per week for the average unfit person performing moderate-intensity walking, swimming, walk-jogging or cycling. This volume of weekly exercise is approximately the same volume of physical activity required to lose weight. As a result, fat weight loss tends to be associated with increases in HDL-cholesterol and reductions in total cholesterol and LDL-cholesterol levels, especially fat lost around the waist and abdomen. A sample program would be to start with walking 20 minutes per day, four days a week. Over six to eight weeks, graduate this program to one hour, six to seven days a week of walking over hilly (variable) terrain or walk-jogging over relatively flat ground. An alternative would be to walk 50 to 60 minutes three days a week and take an aerobics class three days a week and perhaps two to three sets of singles tennis on the seventh day. It is important to know that lower volumes of weekly exercise can still produce many other benefits, such as improved fitness and overall health, reduced blood pressure and increased psychological well-being. An ACE-certified Clinical Exercise Specialist can help you make the connection safely and effectively. A heart attack is a life-threatening event. Everyone should know the warning signs of a heart attack and how to get emergency help. Many people suffer permanent damage to their hearts or die because they do not get help immediately. Each year, more than a million persons in the United States have a heart attack, and about half (515,000) of them die. About one-half of those who die do so within 1 hour of the start of symptoms and before reaching the hospital. Both men and women have heart attacks. Emergency personnel can often stop arrhythmias with emergency cardiopulmonary resuscitation (CPR), defibrillation (electrical shock), and prompt advanced cardiac life support procedures. If care is sought soon enough, blood flow in the blocked artery can be restored in time to prevent permanent damage to the heart. Most people, however, do not seek medical care for 2 hours or more after symptoms begin. Many people wait 12 hours or longer. Symptoms and Diagnosis The warning signs and symptoms of a heart attack can include: Chest discomfort. Most heart attacks involve discomfort in the center of the chest that lasts for more than a few minutes or goes away and comes back. The discomfort can feel like uncomfortable pressure, squeezing, fullness, or pain. Heart attack pain can sometimes feel like indigestion or heartburn. Discomfort in other areas of the upper body. Pain, discomfort, or numbness can occur in one or both arms, the back, neck, jaw, or stomach. Shortness of breath. Difficulty in breathing often comes along with chest discomfort, but it may occur before chest discomfort. Other symptoms. Examples include breaking out in a cold sweat, having nausea and vomiting, or feeling light-headed or dizzy. Signs and symptoms vary from person to person. In fact, if you have a second heart attack, your symptoms may not be the same as for the first heart attack. Some people have no symptoms. This is called a "silent" heart attack. The symptoms of angina (chest pain) can be similar to the symptoms of a heart attack. If you have angina and notice a change or a worsening of your symptoms, talk with your doctor right away. Diagnosis of a heart attack may include the following tests: EKG (electrocardiogram). This test is used to measure the rate and regularity of your heartbeat. A 12-lead EKG is used in diagnosing a heart attack. Blood tests. When cells in the heart die, they release enzymes into the blood. These enzymes are called markers or biomarkers. Measuring the amount of these markers in the blood can show how much damage was done to your heart. These tests are often repeated at intervals to check for changes. The specific blood tests are: Troponin test. This test checks the troponin levels in the blood. This blood test is considered the most accurate to see if a heart attack has occurred and how much damage it did to the heart. CK or CK-MB test. These tests check for the amount of the different forms of creatine kinase in the blood. Myoglobin test. This test checks for the presence of myoglobin in the blood. Myoglobin is released when the heart or other muscle is injured. Nuclear heart scan. This test uses radioactive tracers (technetium or thallium) to outline heart chambers and major blood vessels leading to and from the heart. A nuclear heart scan shows any damage to your heart muscle. Cardiac catheterization. A thin, flexible tube (catheter) is passed through an artery in the groin (upper thigh) or arm to reach the coronary arteries. Your doctor can use the catheter to determine pressure and blood flow in the heart's chambers, collect blood samples from the heart, and examine the arteries of the heart by x ray. Coronary angiography. This test is usually performed along with cardiac catheterization. A dye that can be seen by using x ray is injected through the catheter into the coronary arteries. Your doctor can see the flow of blood through the heart and see where there are blockages. Causes Most heart attacks are caused by a blood clot that blocks one of the coronary arteries (the blood vessels that bring blood and oxygen to the heart muscle). When blood cannot reach part of your heart, that area starves for oxygen. If the blockage continues long enough, cells in the affected area die. Coronary artery disease (CAD) is the most common underlying cause of a heart attack. CAD is the hardening and narrowing of the coronary arteries by the buildup of plaque in the inside walls (atherosclerosis). Over time, plaque buildup in the coronary arteries can: Narrow the arteries so that less blood flows to the heart muscle Block completely the arteries and the flow of blood Cause blood clots to form and block the arteries A less common cause of heart attacks is a severe spasm (tightening) of the coronary artery that cuts off blood flow to the heart. These spasms can occur in persons with or without CAD. Artery spasm can sometimes be caused by: Taking certain drugs, such as cocaine Emotional stress Exposure to cold Cigarette smoking
|