kesehatan irwantoshut.com
 
Memahami Stroke Darah Tinggi Serangan Jantung Mengatasi Jerawat Tips Langsing

 




TIDAK MUDAH MENYEMBUHKAN MAAG
oleh: gklinis

Gizi.net - SUARA PEMBARUAN DAILY - Penulis merasa beruntung bisa mengikuti pelatihan dari salah satu pakar manajemen Indonesia, sebut saja namanya Otto. Di tengah-tengah pelatihan yang menarik tersebut, saat istirahat makan siang, mungkin karena penulis satu-satunya orang medis di kelas tersebut, Otto menceritakan gangguan kesehatan yang sangat mengganggunya. Setiap siang, daerah dadanya terasa nyeri dan agak kembung. Sudah berulang kali ke dokter, dan diberi obat, namun hasilnya hanya sembuh saat minum obat dan kambuh kembali. Masa, mesti bergantung terus pada obat, begitu keluhnya. Apa yang harus dilakukan agar bisa bebas nyeri lambung tanpa mengandalkan obat?

eat

Apa yang diderita oleh Pak Otto tersebut bisa digolongkan sebagai gejala sakit maag (dispepsia) yang sangat beragam penyebabnya. Mudah-mudahan dengan membaca informasi ini, Pak Otto dan mereka yang mengalami hal yang sama bisa memperoleh gambaran lebih jelas mengenai penyakit yang tidak sederhana itu. Yang harus dipahami, obat bukanlah cara tunggal untuk meredakan penyakit itu.

Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti "pencernaan yang jelek". Per definisi dikatakan bahwa dispesia adalah ketidaknyamanan bahkan hingga nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas.

Gejala lain yang bisa dirasakan selain rasa tidak nyaman, juga mual, muntah, nyeri ulu hati, bloating (lambung merasa penuh), kembung, bersendawa, cepat kenyang, perut keroncongan (borborgygmi) hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut, berulang, dan bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus.

Seberapa banyak orang yang menderita dispepsia itu?

Banyak sumber, banyak juga angka yang diberikan. Ada yang menyebut 1 dari 10 orang, namun ada juga yang menyatakan sekitar 25 persen dari populasi. Tentu itu angka dari luar negeri yang dikutip dari http://familydoctor.org./ Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa terkena penyakit itu. Penyakit itu tidak mengenal batas usia, muda maupun tua, sama saja.

Di Indonesia sendiri, survei yang dilakukan dr Ari F Syam dari FKUI pada tahun 2001 menghasilkan angka mendekati 50 persen dari 93 pasien yang diteliti.

Sayang, tidak hanya di Indonesia (seperti Pak Otto), di luar negeri pun, menurut sumber di Internet, banyak orang yang tidak peduli dengan dispepsia itu. Mereka tahu bahwa ada perasaan tidak nyaman pada lambung mereka, tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu untuk segera memeriksakan diri ke dokter.

Padahal, menurut penelitian- masih dari luar negeri-ditemukan bahwa dari mereka yang memeriksakan diri ke dokter, hanya 1/3 yang tidak memiliki ulkus (borok) pada lambungnya atau dispepsia non-ulkus. Angka di Indonesia sendiri, penyebab dispepsi adalah 86 persen dispepsia fungsional, 13 persen ulkus dan 1 persen disebabkan oleh kanker lambung.

Mekanisme
Seperti yang bisa dilihat pada tabel Klasifikasi Dispepsia berdasarkan Penyebab, sangat beragam penyebab dispepsia. Sayangnya, sampai saat ini belum ada satu teori pun yang bisa memuaskan semua pihak dalam hal menjelaskan terjadinya dispepsia itu. Multifaktorial, kata para peneliti.

Bahkan, pasien-pasien yang sama-sama mempunyai ulkus (peptic ulcer), mekanisme terjadinya pun bisa berbeda. Artinya dengan keadaan yang sama tidak selalu gejala yang dirasakan sama.

Begitu luasnya cakupan istilah dispesia, akhirnya ada yang menggolongkannya dengan dispepsia fungsional dan dispesia organik.

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa diketahui adanya kelainan struktur organ lambung (seperti ulkus, tumor maupun kanker), mulai dari melalui pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan.

Dispepsia Fungsional
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung atau gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.

Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair).

Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi.

Mereka yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.

Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan.

Penyakit Refluks Asam
Cukup sering ditemukan dispepsia akibat asam lambung yang meluap hingga ke esofagus (saluran antara mulut dan lambung). Karena saluran esofagus tidak cukup kuat menahan asam -yang semestinya- tidak tumpah, karena pelbagai sebab, pada orang tertentu asam lambung bisa tumpah ke esofagus dan menyebabkan dispepsia. Dispepsia jenis itu bisa menyebabkan nyeri pada daerah dada.


Diagnosis

Mencari tahu sebab (diagnosis) dari dispepsia tidaklah mudah. Dalam dunia kedokteran, diagnosis harus ditegakkan dulu sebelum memberi pengobatan. Dalam hal itu pengobatan dispepsia boleh dibilang relatif sukar karena untuk mengetahui dengan pasti penyebab penyakit itu relatif tidak gampang.

Dokter harus dengan saksama membedakan antara dispepsia yang mempunyai ulkus dan yang tidak, antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk oleh para dokter, yaitu sebagai berikut.

- Penelitian yang besar menunjukkan bahwa secara statistis nyeri ulu hati yang terjadi pada malam hari dan berkurang dengan pemberian antasid, cenderung dihubungkan dengan luka pada lambung (peptic ulcer).

- Pada dispepsia non-ulkus, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti kurang darah, penurunan berat badan atau muntah-muntah.

- Nyeri atau ketidaknyamanan akibat Irritable Bowel Syndrome dapat terjadi pada ulu hati. Untuk membedakannya dengan dispepsia adalah dengan memperhatikan pola buang air besar.

Dengan pemeriksaan fisik saja, sangat sukar membedakan dispepsia ulkus dan non-ulkus.

Pengobatan
Intervensi dini terhadap sakit maag yaitu dengan mengonsumsi obat yang bisa menetralkan atau menghambat produksi yang berlebihan dari asam lambung (jenis antasid). Bisa juga diberikan obat yang memperbaiki motilitas lambung. Apabila setelah dua minggu obat yang diberikan tidak bermanfaat, biasanya dokter akan memeriksa dengan peralatan khusus.

Pengobatan Dispepsia
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pasien, tindakan dokter adalah sebagai berikut.

* Jika mempunyai ulkus, dapat diobati dan akan diberikan antasid atau sejenisnya. Jika mengalami infeksi (terutama oleh H Pylori), perlu diberi antibiotika.

* Jika dokter berpikir bahwa ada obat yang sedang Anda konsumsi menyebabkan dispepsia, Anda akan diberi obat lain.

Obat yang bisa mengurangi kadar asam di lambung Anda bisa sangat membantu. Obat itu juga bisa membantu jika Anda mengalami penyakit refluks asam.

Pemeriksaan Endoskopi bisa dilakukan jika sebagai berikut:

* Anda masih mengalami nyeri pada lambung meskipun telah minum obat dispepsia selama delapan minggu

* Nyeri berkurang atau hilang sesaat untuk kemudian muncul kembali

Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi adalah suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan lambung Anda. Caranya, dengan memasukkan suatu slang berkamera ke mulut terus hingga ke lambung. Dengan demikian, dokter bisa melihat bagian dalam lambung untuk mencari tahu apa penyebab nyeri yang Anda derita.

(Dari pelbagai sumber di internet & simposium)
dr "Internet" Erik Tapan - dr_erik_tapan@yahoo.com
Sumber : http://www.suarapembaruan.com/

www.irwantoshut.com
Tips Mengatasi Jerawat
Pemicu Kanker dari Makanan
Apakah anda mengalami Obesitas?
Apa Itu Kolesterol?
Penuaan Dini
Susu Kedelai Melawan Osteoporosis
Pewarna Buatan Sangat Berbahaya
Tips Langsing Sehat
Gaya Hidup Sehat
Minuman Isotonik Bukan Minuman Penambah Tenaga
Jenis-jenis Penyakit Jantung
Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Serangan Jantung
Apakah gejala-gejala dari serangan jantung?
Memahami Stroke
Sepuluh Anggapan Salah Tentang Penyakit Jantung
Vitamin C dan E Cegah Penyakit Jantung
Langkah Preventif Menghindari Penyakit Jantung Koroner
Tidak Mudah Menyembuhkan Maag
Obat Kolesterol Dapat Cegah Kerusakan Saraf Akibat Diabetes
Kadar Makanan Pengaruhi Jenis Kelamin Bayi
Diet Rendah Lemak Turunkan Hormon Remaja Putri
Pria tua berpeluang menghasilkan anak cacat

Info Sehat Cantik Alami :

 

 

food food

Americans have excessively high blood cholesterol levels. The National Cholesterol Education Program (NCEP ATP III, 2001) states that a sound diet, weight loss and physical activity are the cornerstones of therapy for many individuals with cholesterol disorders. (Cholesterol-lowering drug therapy is reserved for those who have the very highest lipid levels or for those who have diabetes or coronary disease.) Atherosclerosis is a costly and fatal disease. Although there is no known cure, new evidence suggests that intensive lowering of serum total cholesterol, or more specifically, LDL cholesterol may retard the progression of coronary artery disease. The box, right, contains the NCEP cholesterol guidelines authored in 2001 by a panel of physicians and lipid experts. Reducing cholesterol through exercise, particularly LDL cholesterol, can be quite labor intensive. When individuals accumulate a sufficient weekly volume of exercise they can lower both total cholesterol and LDL-cholesterol and increase HDL-cholesterol (the “good” cholesterol). Exercise itself does not “burn off” cholesterol like it can with fat tissue. However, when exercise is of sufficient volume, for example, an adequate weekly frequency and duration, it can significantly reduce triglycerides and stimulate several metabolic enzyme systems in the muscles and liver to convert some of the cholesterol to a more favorable form, such as HDL-cholesterol. Reducing triglycerides decreases triglyceride-rich particles that are known to promote the growth of fatty deposits on artery walls. For many people with cholesterol disorders the first choice of therapy is dietary modification. In general, reducing high-glycemic carbohydrates reduces triglycerides, and reducing saturated and trans-fat foods decreases LDL-cholesterol. If LDL cholesterol (the “bad” cholesterol) is high enough, dietary therapy is often supplemented with cholesterol-lowering drug therapy. Exercise is of tremendous benefit when used in combination with either of these two forms of therapy. For those who maintain a frequent and sufficient level of exercise, it is possible that their physician will reduce their cholesterol-lowering medication and in some cases stop it altogether. Here are guidelines that outline a systematic approach for favorably altering cholesterol levels with regular exercise: • If you have a less-than-desirable cholesterol level, or your doctor has indicated you have a cholesterol disorder, have your physician establish your cardiovascular health status before engaging in a vigorous exercise program. Your physician may elect to perform additional blood tests (e.g., C-reactive protein) and/or a graded exercise test with an ECG (treadmill stress test) on you first. • Choose dynamic forms of exercise that tend to last at least 20 to 30 minutes and are performed at moderate intensities. Moderate exercise intensities would be an approximate effort of four to seven, on a scale of one to ten with ten being near maximal exercise. • In general, for exercise to significantly lower cholesterol levels, a relatively high volume of exercise is recommended (e.g. 1,500 kcal or more per week). In 12 to 16 weeks this volume of exercise can reduce total cholesterol by 10 to 20 percent. Fifteen hundred calories expended during exercise is equivalent to three to four hours per week for the average unfit person performing moderate-intensity walking, swimming, walk-jogging or cycling. This volume of weekly exercise is approximately the same volume of physical activity required to lose weight. As a result, fat weight loss tends to be associated with increases in HDL-cholesterol and reductions in total cholesterol and LDL-cholesterol levels, especially fat lost around the waist and abdomen. A sample program would be to start with walking 20 minutes per day, four days a week. Over six to eight weeks, graduate this program to one hour, six to seven days a week of walking over hilly (variable) terrain or walk-jogging over relatively flat ground. An alternative would be to walk 50 to 60 minutes three days a week and take an aerobics class three days a week and perhaps two to three sets of singles tennis on the seventh day. It is important to know that lower volumes of weekly exercise can still produce many other benefits, such as improved fitness and overall health, reduced blood pressure and increased psychological well-being. An ACE-certified Clinical Exercise Specialist can help you make the connection safely and effectively. A heart attack is a life-threatening event. Everyone should know the warning signs of a heart attack and how to get emergency help. Many people suffer permanent damage to their hearts or die because they do not get help immediately. Each year, more than a million persons in the United States have a heart attack, and about half (515,000) of them die. About one-half of those who die do so within 1 hour of the start of symptoms and before reaching the hospital. Both men and women have heart attacks. Emergency personnel can often stop arrhythmias with emergency cardiopulmonary resuscitation (CPR), defibrillation (electrical shock), and prompt advanced cardiac life support procedures. If care is sought soon enough, blood flow in the blocked artery can be restored in time to prevent permanent damage to the heart. Most people, however, do not seek medical care for 2 hours or more after symptoms begin. Many people wait 12 hours or longer. Symptoms and Diagnosis The warning signs and symptoms of a heart attack can include: Chest discomfort. Most heart attacks involve discomfort in the center of the chest that lasts for more than a few minutes or goes away and comes back. The discomfort can feel like uncomfortable pressure, squeezing, fullness, or pain. Heart attack pain can sometimes feel like indigestion or heartburn. Discomfort in other areas of the upper body. Pain, discomfort, or numbness can occur in one or both arms, the back, neck, jaw, or stomach. Shortness of breath. Difficulty in breathing often comes along with chest discomfort, but it may occur before chest discomfort. Other symptoms. Examples include breaking out in a cold sweat, having nausea and vomiting, or feeling light-headed or dizzy. Signs and symptoms vary from person to person. In fact, if you have a second heart attack, your symptoms may not be the same as for the first heart attack. Some people have no symptoms. This is called a "silent" heart attack. The symptoms of angina (chest pain) can be similar to the symptoms of a heart attack. If you have angina and notice a change or a worsening of your symptoms, talk with your doctor right away. Diagnosis of a heart attack may include the following tests: EKG (electrocardiogram). This test is used to measure the rate and regularity of your heartbeat. A 12-lead EKG is used in diagnosing a heart attack. Blood tests. When cells in the heart die, they release enzymes into the blood. These enzymes are called markers or biomarkers. Measuring the amount of these markers in the blood can show how much damage was done to your heart. These tests are often repeated at intervals to check for changes. The specific blood tests are: Troponin test. This test checks the troponin levels in the blood. This blood test is considered the most accurate to see if a heart attack has occurred and how much damage it did to the heart. CK or CK-MB test. These tests check for the amount of the different forms of creatine kinase in the blood. Myoglobin test. This test checks for the presence of myoglobin in the blood. Myoglobin is released when the heart or other muscle is injured. Nuclear heart scan. This test uses radioactive tracers (technetium or thallium) to outline heart chambers and major blood vessels leading to and from the heart. A nuclear heart scan shows any damage to your heart muscle. Cardiac catheterization. A thin, flexible tube (catheter) is passed through an artery in the groin (upper thigh) or arm to reach the coronary arteries. Your doctor can use the catheter to determine pressure and blood flow in the heart's chambers, collect blood samples from the heart, and examine the arteries of the heart by x ray. Coronary angiography. This test is usually performed along with cardiac catheterization. A dye that can be seen by using x ray is injected through the catheter into the coronary arteries. Your doctor can see the flow of blood through the heart and see where there are blockages. Causes Most heart attacks are caused by a blood clot that blocks one of the coronary arteries (the blood vessels that bring blood and oxygen to the heart muscle). When blood cannot reach part of your heart, that area starves for oxygen. If the blockage continues long enough, cells in the affected area die. Coronary artery disease (CAD) is the most common underlying cause of a heart attack. CAD is the hardening and narrowing of the coronary arteries by the buildup of plaque in the inside walls (atherosclerosis). Over time, plaque buildup in the coronary arteries can: Narrow the arteries so that less blood flows to the heart muscle Block completely the arteries and the flow of blood Cause blood clots to form and block the arteries A less common cause of heart attacks is a severe spasm (tightening) of the coronary artery that cuts off blood flow to the heart. These spasms can occur in persons with or without CAD. Artery spasm can sometimes be caused by: Taking certain drugs, such as cocaine Emotional stress Exposure to cold Cigarette smoking

HOME
GLOBAL WARMING
INDONESIA FOREST
INDONESIA BIODIVERSITY
CDM IN INDONESIA
MANGROVE FOREST
THE IMPORTANCE OF TREES
FOREST AND ECOLOGY
KIND OF CONSERVATION
KIND OF BIODIVERSITY
HOW PLANTS GROW
FOREST PICTURES
FACEBOOK
PENELITIAN
PAPER / ARTIKEL
KULIAH KEHUTANAN
PERJALANAN
DIARY
GALERI PHOTO
INFO SEPUTAR HUTAN
PROSIDING NFP
KESEHATAN TUBUH
KOTA AMBON
UNIVERSITAS PATTIMURA
TIPS MAHASISWA
BIODATA IRWANTO
PHOTO PRIBADI
FACEBOOK IRWANTO